BATAKTIVE.COM, JODOH BATAK - Dahulu, ketika daerah pedesaan masih jauh dari sentuhan teknologi, perpindahan pemuda antar kampung lazim...
BATAKTIVE.COM, JODOH BATAK - Dahulu, ketika daerah pedesaan masih jauh dari sentuhan teknologi, perpindahan pemuda antar kampung lazimnya terjadi dalam kurun waktu tertentu saja. Intensitas waktunya pun jarang dan sudah terjadwal, seperti malam Minggu contohnya.
Beda halnya sekarang, kapan saja mereka sudah dapat berjumpa berkat sokongan teknologi sepeda motor maupun handphone.
Perpindahan dimaksud di sini adalah proses di mana pemuda dari satu kampung bepergian ke satu kampung yang lain dengan tujuan melihat sahabat, calon pacar, calon tunangan atau bahkan calon istri.
Proses inilah yang kemudian disebut dengan Martandang dalam artian luas. Lebih spesifik pemakaian kata Martandang umumnya ditujukan khusus bagi mereka anak muda yang hendak menjumpai perempuan yang ‘digebetnya’. Yah, Martandang adalah pendekatan secara terang-terangan yang dilakukan anak muda Batak kepada perempuan idamannya -gaulnya disebut PDKT- meskipun masih baru saling kenal.
Ketika martandang, hal pertama yang dilakukan sesudah tiba di kampung tujuan adalah singgah di lapo (baca: kedai) terlebih dahulu. Singgah di lapo ini adalah bentuk rasa hormat pendatang kepada orang-orang di tempat yang dikunjungi. Bagaimanapun, kita sebagai pendatang harus tetap meminta semacam izin, agar keberadaan kita di tempat tersebut juga akan dihargai oleh pemuda desa setempat.
Setelah memesan minum misal tuak, kopi ataupun teh manis, para pendatang yang kemudian kita sebut partandang ini akan berbaur terlebih dahulu dengan orang-orang di sana sembari memperkenalkan diri dengan menyebut marga masing-masing. Ramah tamah ini nantinya akan saling bersapa dan menjalin kebersamaan.
Berbicara tentang keseruan Martandang, saya sendiri sudah mengalami dan merasakan kesan menarik saat Martandang ini. Selepas perkenalan yang jantan di kedai tuak tadi, tibalah saatnya untuk melakukan aksi dan menunjukkan taring.
Begitu senja lenyap berganti malam, maka satu per satu para partandang ini akan menuju rumah warga, yang kira-kira di dalamnya ada gadis desa untuk diajak cakap-cakap. Tak jarang, pemuda di desa setempat juga turut mengantar partandang ke lokasi sebagai bentuk kekompakan. Karena setali tiga uang mereka merasa, mereka juga berharap kelak mendapat perlakuan yang sama saat berada di luar desa mereka.
Begitulah memang, walaupun hanya dengan perkenalan yang singkat dan masih pertama kali bertemu, para pemuda setempat tidak akan sungkan memberitahu letak dan posisi yang ideal untuk disambangi. Yang kira-kira, ada gadis di dalam rumah tersebut. Lagi, tidak akan sungkan juga untuk memakcomblangkan mereka. Enak bukan?
Hingga sekarang, kebiasaan Martandang yang kemudian mirip tradisi ini masih lazim ditemukan di desa-desa di daerah batak. Dan antara pemuda yang satu dengan yang lainnya seolah sudah paham, ketika mereka mendapati ada beberapa orang anak muda lain yang datang berkunjung ke desa mereka.
Selain cara PDKT-nya yang terbilang sangat ‘jantan’, Martandang kerap pula menjadi tali perekat pemuda antar desa. Maka menjadi tak heran, ketika suatu saat kita Martandang ke desa lain, para orang tua di sana -mungkin dahulunya juga sering Martandang- akan dapat dengan mudah mengenali kita. Bagaimana bisa? Itu tadi, melalui orang tua kita, yang barangkali, mereka dahulu pernah berjumpa saat-saat Martandang di masa mudanya.
Demikian pula dengan orang tua, karena barangkali mereka dahulunya sudah merasakan, mereka pun menjadi tak sungkan lagi saat para partandang tadi datang manandangi (baca: melakukan PDKT) putri mereka. Malah terkadang, dengan senang hati mereka akan meminta putrinya untuk membuatkan minuman kopi kepada para partandang tersebut. Kemudian memberikan waktu bagi mereka untuk saling bertukar cakap.
Dalam posisi ini, kadang ada orang tua memberi pengertian lebih dengan tidur terlebih dahulu, meninggalkan para anak muda bercengkeramah, meski barangkali mereka tidak sebenar-benarnya tidur. Bisa saja mereka menguping. Ada juga orang tua, yang dengan senang hati ikut serta campur tangan dalam pembicaran. Dan ada pulak, para anak muda ini lebih memilih untuk merengsek ke dapur, dengan alasan dingin, mereka sama-sama massisulu di tataring (baca: menghangatkan badan di perapian).
Begitulah, rasa martandang yang sarat dengan nilai toleran dan jiwa kelelakian ini sudah menjadi ciri khas pemuda orang batak. Jadi, bagi kalian yang belum pernah merasakan seperti apa dan bagaimana rasanya Martandang, mari, datanglah ke daerah tanah Batak. Maka, kalian akan disambut dengan tangan terbuka oleh gadis-gadis desa yang ramah senyum nan jelita. Horas.
Sumber : https://sampilpil.blogspot.co.id/2017/02/martandang-pdkt-gentleman-ala-orang.html
No comments
Harap memberikan komentar yang mendukung kemajuan blog ini.
Terimakasih!!!